Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaBerita Utama

10 Manajer Sepak Bola Terburuk Sepanjang Masa: Ketika Takhta Pelatih Tak Seindah Lapangan Hijau

17
×

10 Manajer Sepak Bola Terburuk Sepanjang Masa: Ketika Takhta Pelatih Tak Seindah Lapangan Hijau

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Dunia sepak bola penuh dengan kisah sukses para pelatih legendaris seperti Sir Alex Ferguson, Pep Guardiola, dan Arsène Wenger. Keberhasilan mereka tak perlu diragukan lagi, meninggalkan jejak emas di klub yang pernah mereka pimpin. Namun, di balik gemerlap kemenangan, terdapat juga catatan kelam para manajer yang karier kepelatihannya jauh dari kata memuaskan.

Artikel ini akan mengupas 10 manajer yang dianggap sebagai yang terburuk dalam sejarah sepak bola. Mereka bukannya tanpa bakat, namun berbagai faktor, mulai dari ketidakcocokan dengan pemain hingga taktik yang gagal, membuat perjalanan karier mereka dipenuhi kegagalan. Mari kita telusuri kisah-kisah pelatih-pelatih ini, dan melihat apa yang menyebabkan kejatuhan mereka.

Example 300x600

Steve McClaren (Newcastle United): Kedatangan McClaren di Newcastle disambut dengan apatis. Permainannya membosankan, tanpa strategi jelas, dan meskipun memiliki pemain berbakat seperti Wijnaldum dan Sissoko, tim tetap kesulitan. Konflik dengan media dan kurangnya rasa peduli terhadap klub semakin memperburuk situasi. Hasilnya? Tujuh kemenangan dan pemecatan setelah kekalahan memalukan dari Bournemouth.

Egil Olsen (Wimbledon): Pengangkatan Olsen mengejutkan banyak pihak. Tekanan untuk meraih kemenangan dan merebut hati suporter menjadi beban berat baginya. Meskipun punya reputasi bagus di timnas Norwegia, metodenya tak berjalan di Wimbledon. Sembilan laga tanpa kemenangan dan konflik dengan pemain menjadi penyebab pemecatannya. Wimbledon pun terdegradasi, menandai berakhirnya era klub tersebut.

Robin Dutt (Werder Bremen): Dutt diangkat sebagai pelatih setelah hanya sembilan bulan menjabat sebagai direktur olahraga di Federasi Sepak Bola Jerman. Rasio kemenangannya yang sangat rendah (24,44%) menjadi catatan buruk dalam sejarah Bremen. Pemain pun tak menyukai gaya kepelatihannya, dan Dutt hanya meraih 11 kemenangan dari 45 pertandingan.

Vincenzo Montella (Fiorentina): Kembalinya Montella ke Fiorentina berakhir dengan bencana. Setelah sukses di masa jabatan pertamanya, kali ini ia gagal memenuhi harapan. Tujuh laga tanpa kemenangan membuat Fiorentina terancam degradasi dan Montella pun dipecat. Ini menjadi bukti pepatah “jangan pernah kembali” dalam sepak bola.

Paul Jewell (Derby County): Setelah kesuksesan di Wigan Athletic, Jewell mengalami masa sulit di Derby County. Tim hanya meraih 11 poin, rekor terendah yang masih bertahan hingga saat ini. Kemenangan minim dan reputasinya pun tercoreng.

Terry Butcher (Hibernian): Butcher, pemain hebat, ternyata tak mampu menjadi manajer yang sukses. Satu kemenangan dari 18 laga terakhir membuat Hibernian terdegradasi dan Butcher dipecat. Taktiknya dianggap “tanpa nyali” oleh pendukung.

Tony Adams (Portsmouth): Legenda Arsenal ini gagal menyamai kesuksesannya sebagai pemain di dunia kepelatihan. Utang klub dan situasi yang sulit membuatnya hanya meraih empat kemenangan dari 21 pertandingan.

Jaap Stam (FC Cincinnati): Bek tengah tangguh ini juga gagal bertransformasi menjadi manajer sukses. Stam dipecat karena hanya meraih satu kemenangan dari 16 pertandingan, dan catatan buruk delapan kemenangan dari 47 laga.

Lawrie Sanchez (Fulham): Sanchez meninggalkan jabatannya sebagai pelatih timnas Irlandia Utara untuk menangani Fulham. Meskipun berhasil mempertahankan Fulham di Premier League, satu kemenangan, satu imbang, dan tiga kekalahan membuatnya dipecat.

Howard Wilkinson (Sunderland): Wilkinson mengakhiri daftar ini dengan catatan terburuk. Rasio kemenangannya hanya 14,81% dan Sunderland terdegradasi dengan perolehan poin terendah. Konflik dengan media juga mewarnai masa jabatannya yang singkat.

Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa kesuksesan sebagai pemain tak selalu menjamin kesuksesan sebagai pelatih. Faktor-faktor lain seperti manajemen tim, taktik, dan hubungan dengan pemain dan media memainkan peran penting dalam menentukan nasib seorang manajer. Para pelatih ini menjadi pelajaran berharga bahwa dunia kepelatihan tak semanis dan semudah saat mereka masih berlaga di lapangan hijau.

Dunia sepak bola penuh dengan kisah sukses para pelatih legendaris seperti Sir Alex Ferguson, Pep Guardiola, dan Arsène Wenger. Keberhasilan mereka tak perlu diragukan lagi, meninggalkan jejak emas di klub yang pernah mereka pimpin. Namun, di balik gemerlap kemenangan, terdapat juga catatan kelam para manajer yang karier kepelatihannya jauh dari kata memuaskan.

Artikel ini akan mengupas 10 manajer yang dianggap sebagai yang terburuk dalam sejarah sepak bola. Mereka bukannya tanpa bakat, namun berbagai faktor, mulai dari ketidakcocokan dengan pemain hingga taktik yang gagal, membuat perjalanan karier mereka dipenuhi kegagalan. Mari kita telusuri kisah-kisah pelatih-pelatih ini, dan melihat apa yang menyebabkan kejatuhan mereka.

Steve McClaren (Newcastle United): Kedatangan McClaren di Newcastle disambut dengan apatis. Permainannya membosankan, tanpa strategi jelas, dan meskipun memiliki pemain berbakat seperti Wijnaldum dan Sissoko, tim tetap kesulitan. Konflik dengan media dan kurangnya rasa peduli terhadap klub semakin memperburuk situasi. Hasilnya? Tujuh kemenangan dan pemecatan setelah kekalahan memalukan dari Bournemouth.

Egil Olsen (Wimbledon): Pengangkatan Olsen mengejutkan banyak pihak. Tekanan untuk meraih kemenangan dan merebut hati suporter menjadi beban berat baginya. Meskipun punya reputasi bagus di timnas Norwegia, metodenya tak berjalan di Wimbledon. Sembilan laga tanpa kemenangan dan konflik dengan pemain menjadi penyebab pemecatannya. Wimbledon pun terdegradasi, menandai berakhirnya era klub tersebut.

Robin Dutt (Werder Bremen): Dutt diangkat sebagai pelatih setelah hanya sembilan bulan menjabat sebagai direktur olahraga di Federasi Sepak Bola Jerman. Rasio kemenangannya yang sangat rendah (24,44%) menjadi catatan buruk dalam sejarah Bremen. Pemain pun tak menyukai gaya kepelatihannya, dan Dutt hanya meraih 11 kemenangan dari 45 pertandingan.

Vincenzo Montella (Fiorentina): Kembalinya Montella ke Fiorentina berakhir dengan bencana. Setelah sukses di masa jabatan pertamanya, kali ini ia gagal memenuhi harapan. Tujuh laga tanpa kemenangan membuat Fiorentina terancam degradasi dan Montella pun dipecat. Ini menjadi bukti pepatah “jangan pernah kembali” dalam sepak bola.

Paul Jewell (Derby County): Setelah kesuksesan di Wigan Athletic, Jewell mengalami masa sulit di Derby County. Tim hanya meraih 11 poin, rekor terendah yang masih bertahan hingga saat ini. Kemenangan minim dan reputasinya pun tercoreng.

Terry Butcher (Hibernian): Butcher, pemain hebat, ternyata tak mampu menjadi manajer yang sukses. Satu kemenangan dari 18 laga terakhir membuat Hibernian terdegradasi dan Butcher dipecat. Taktiknya dianggap “tanpa nyali” oleh pendukung.

Tony Adams (Portsmouth): Legenda Arsenal ini gagal menyamai kesuksesannya sebagai pemain di dunia kepelatihan. Utang klub dan situasi yang sulit membuatnya hanya meraih empat kemenangan dari 21 pertandingan.

Jaap Stam (FC Cincinnati): Bek tengah tangguh ini juga gagal bertransformasi menjadi manajer sukses. Stam dipecat karena hanya meraih satu kemenangan dari 16 pertandingan, dan catatan buruk delapan kemenangan dari 47 laga.

Lawrie Sanchez (Fulham): Sanchez meninggalkan jabatannya sebagai pelatih timnas Irlandia Utara untuk menangani Fulham. Meskipun berhasil mempertahankan Fulham di Premier League, satu kemenangan, satu imbang, dan tiga kekalahan membuatnya dipecat.

Howard Wilkinson (Sunderland): Wilkinson mengakhiri daftar ini dengan catatan terburuk. Rasio kemenangannya hanya 14,81% dan Sunderland terdegradasi dengan perolehan poin terendah. Konflik dengan media juga mewarnai masa jabatannya yang singkat.

Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa kesuksesan sebagai pemain tak selalu menjamin kesuksesan sebagai pelatih. Faktor-faktor lain seperti manajemen tim, taktik, dan hubungan dengan pemain dan media memainkan peran penting dalam menentukan nasib seorang manajer. Para pelatih ini menjadi pelajaran berharga bahwa dunia kepelatihan tak semanis dan semudah saat mereka masih berlaga di lapangan hijau.

Sumber : https://www.bola.com/dunia/read/5931517/10-manajer-terburuk-dalam-sejarah-sepak-bola-ketika-melatih-tak-semanis-saat-masih-bermain-di-lapangan-hijau

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *