Juventus harus menelan pil pahit setelah tersingkir dari babak playoff knockout Liga Champions 2024/2025. Kekalahan 1-3 dari PSV Eindhoven di Stadion Philips pada Kamis dini hari WIB (20/02/2025) membuat I Bianconeri takluk dengan agregat 3-4. Kegagalan ini semakin memperburuk catatan Serie A, karena Juventus menjadi tim ketiga asal Italia yang tersingkir setelah Atalanta dan AC Milan. Pertanyaan besar pun muncul: apakah strategi pelatih Thiago Motta menjadi penyebab utama kegagalan ini?
Keputusan Motta menarik keluar dua gelandang kunci, Manuel Locatelli dan Teun Koopmeiners, menjadi sorotan. Mengganti mereka dengan Andrea Cambiaso di lini tengah dinilai banyak pihak sebagai langkah yang kontroversial. Namun, sang pelatih memberikan penjelasan. Koopmeiners ternyata menderita demam, sementara Cambiaso, yang baru pulih dari cedera, juga merasa tidak fit. Motta menegaskan bahwa pergantian tersebut terpaksa dilakukan karena kondisi fisik pemainnya yang kurang optimal.
Ironisnya, tiga tim Italia yang berlaga di playoff knockout Liga Champions, semuanya tersingkir. AC Milan tumbang di tangan Feyenoord, Atalanta dikalahkan Club Brugge, dan Juventus takluk kepada PSV Eindhoven. Ketiga lawan ini, secara mengejutkan, dianggap lebih lemah di atas kertas dibandingkan tim-tim Serie A. Akibatnya, untuk ketiga kalinya dalam sejarah Liga Champions, Serie A hanya diwakili satu tim di babak 16 besar. Terakhir kali hal ini terjadi adalah pada musim 2014-15 (Juventus) dan 2013-14 (AC Milan).
Secara statistik, PSV mendominasi pertandingan. Mereka unggul dalam jumlah tembakan (25 berbanding 15), tembakan tepat sasaran (10 berbanding 4), penguasaan bola (60% berbanding 40%), dan operan akurat (83% berbanding 76%). Meskipun Juventus melakukan lebih banyak pelanggaran (20 berbanding 14), PSV mampu memanfaatkan peluang dengan lebih efektif. Kekalahan ini jelas menjadi pukulan telak bagi ambisi Juventus di kompetisi Eropa musim ini. Kegagalan ini tentu akan memicu evaluasi menyeluruh, baik dari sisi strategi, kondisi fisik pemain, maupun persiapan tim untuk musim depan. Dimana letak kesalahan? Apakah hanya masalah strategi pelatih, atau ada faktor lain yang menyebabkan kegagalan ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terus menjadi perdebatan di kalangan pecinta sepak bola Italia.
Juventus harus menelan pil pahit setelah tersingkir dari babak playoff knockout Liga Champions 2024/2025. Kekalahan 1-3 dari PSV Eindhoven di Stadion Philips pada Kamis dini hari WIB (20/02/2025) membuat I Bianconeri takluk dengan agregat 3-4. Kegagalan ini semakin memperburuk catatan Serie A, karena Juventus menjadi tim ketiga asal Italia yang tersingkir setelah Atalanta dan AC Milan. Pertanyaan besar pun muncul: apakah strategi pelatih Thiago Motta menjadi penyebab utama kegagalan ini?
Keputusan Motta menarik keluar dua gelandang kunci, Manuel Locatelli dan Teun Koopmeiners, menjadi sorotan. Mengganti mereka dengan Andrea Cambiaso di lini tengah dinilai banyak pihak sebagai langkah yang kontroversial. Namun, sang pelatih memberikan penjelasan. Koopmeiners ternyata menderita demam, sementara Cambiaso, yang baru pulih dari cedera, juga merasa tidak fit. Motta menegaskan bahwa pergantian tersebut terpaksa dilakukan karena kondisi fisik pemainnya yang kurang optimal.
Ironisnya, tiga tim Italia yang berlaga di playoff knockout Liga Champions, semuanya tersingkir. AC Milan tumbang di tangan Feyenoord, Atalanta dikalahkan Club Brugge, dan Juventus takluk kepada PSV Eindhoven. Ketiga lawan ini, secara mengejutkan, dianggap lebih lemah di atas kertas dibandingkan tim-tim Serie A. Akibatnya, untuk ketiga kalinya dalam sejarah Liga Champions, Serie A hanya diwakili satu tim di babak 16 besar. Terakhir kali hal ini terjadi adalah pada musim 2014-15 (Juventus) dan 2013-14 (AC Milan).
Secara statistik, PSV mendominasi pertandingan. Mereka unggul dalam jumlah tembakan (25 berbanding 15), tembakan tepat sasaran (10 berbanding 4), penguasaan bola (60% berbanding 40%), dan operan akurat (83% berbanding 76%). Meskipun Juventus melakukan lebih banyak pelanggaran (20 berbanding 14), PSV mampu memanfaatkan peluang dengan lebih efektif. Kekalahan ini jelas menjadi pukulan telak bagi ambisi Juventus di kompetisi Eropa musim ini. Kegagalan ini tentu akan memicu evaluasi menyeluruh, baik dari sisi strategi, kondisi fisik pemain, maupun persiapan tim untuk musim depan. Dimana letak kesalahan? Apakah hanya masalah strategi pelatih, atau ada faktor lain yang menyebabkan kegagalan ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terus menjadi perdebatan di kalangan pecinta sepak bola Italia.