Bek tengah Prancis, Raphael Varane, baru-baru ini mengungkapkan detail hubungannya yang kurang harmonis dengan mantan manajer Manchester United, Erik ten Hag. Dalam wawancara dengan The Athletic, Varane yang kini telah pensiun dan bergabung dengan Como, mengungkapkan adanya ketegangan dan perbedaan pandangan taktikal yang signifikan selama masa baktinya di Old Trafford (2021-2024). Perselisihan tersebut bermula dari perbedaan filosofi bermain. Varane, yang bergabung dengan MU dari Real Madrid saat Ole Gunnar Solskjaer masih menukangi tim, merasa gaya kepelatihan Ten Hag yang kaku dan kurang fleksibel membatasi kreativitas para pemain di lapangan.
“Rencana permainannya sangat, sangat tepat, dengan banyak sekali informasi. Itu berbeda. Kami ingin memberikan masukan, tapi sistemnya seolah terhambat oleh instruksi pelatih,” ungkap Varane. Ia menjelaskan bahwa terkadang Ten Hag mau mendengarkan masukan pemain, namun di lain waktu ia tetap mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan perasaan pemain. Hal ini, menurut Varane, menciptakan dinamika yang rumit dan tak kondusif di dalam tim.
Puncak perselisihan terjadi ketika Varane tidak dimainkan dalam derby Manchester pada musim pertama Ten Hag. Meskipun sang pelatih mengklaim absennya Varane karena alasan taktis, Varane sendiri mengungkapkan bahwa Ten Hag tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Perdebatan yang terjadi kemudian berujung pada Varane yang dicadangkan selama hampir dua bulan.
“Kami melakukan diskusi yang kuat. Kami mengatakan beberapa kebenaran satu sama lain, tapi kemudian saya tidak bermain selama hampir dua bulan,” ujar Varane. Ia menambahkan bahwa ketidakpuasan beberapa pemain atas cara Ten Hag memimpin tim juga turut berpengaruh.
Varane juga menyinggung kebiasaan Ten Hag dalam menciptakan konflik dengan pemain-pemain kunci. “Dia selalu memerlukan contoh pemain yang selalu sendirian sepanjang berada di Manchester. Dia melakukan itu dengan setidaknya satu pemain penting di tim. Dia selalu berkonflik dengan pemimpin tertentu di grup. Itulah caranya dalam mengelola tim,” ungkap Varane, yang akhirnya hengkang dari United dengan status bebas transfer pada musim panas 2024. Ia bahkan mengaku terkejut Ten Hag tetap bertahan di Manchester United setelah musim 2023/2024 berakhir, mengingat hubungannya yang sudah retak dengan para pemain. Cedera lutut serius yang dialaminya saat debut bersama Como kemudian memaksanya untuk mengakhiri karier sepak bolanya secara prematur.
Keputusan Varane untuk pensiun dan pengakuannya tentang konflik internal di Manchester United memberikan gambaran menarik tentang dinamika di balik layar sebuah klub raksasa seperti Manchester United. Wawancara ini juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai gaya kepemimpinan Erik ten Hag dan bagaimana hal itu berdampak pada suasana ruang ganti dan performa tim secara keseluruhan. Kepergian Varane, yang awalnya diharapkan menjadi pilar pertahanan MU, menunjukkan betapa pentingnya harmoni dan komunikasi yang baik antara pelatih dan pemain untuk meraih kesuksesan.
Bek tengah Prancis, Raphael Varane, baru-baru ini mengungkapkan detail hubungannya yang kurang harmonis dengan mantan manajer Manchester United, Erik ten Hag. Dalam wawancara dengan The Athletic, Varane yang kini telah pensiun dan bergabung dengan Como, mengungkapkan adanya ketegangan dan perbedaan pandangan taktikal yang signifikan selama masa baktinya di Old Trafford (2021-2024). Perselisihan tersebut bermula dari perbedaan filosofi bermain. Varane, yang bergabung dengan MU dari Real Madrid saat Ole Gunnar Solskjaer masih menukangi tim, merasa gaya kepelatihan Ten Hag yang kaku dan kurang fleksibel membatasi kreativitas para pemain di lapangan.
“Rencana permainannya sangat, sangat tepat, dengan banyak sekali informasi. Itu berbeda. Kami ingin memberikan masukan, tapi sistemnya seolah terhambat oleh instruksi pelatih,” ungkap Varane. Ia menjelaskan bahwa terkadang Ten Hag mau mendengarkan masukan pemain, namun di lain waktu ia tetap mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan perasaan pemain. Hal ini, menurut Varane, menciptakan dinamika yang rumit dan tak kondusif di dalam tim.
Puncak perselisihan terjadi ketika Varane tidak dimainkan dalam derby Manchester pada musim pertama Ten Hag. Meskipun sang pelatih mengklaim absennya Varane karena alasan taktis, Varane sendiri mengungkapkan bahwa Ten Hag tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Perdebatan yang terjadi kemudian berujung pada Varane yang dicadangkan selama hampir dua bulan.
“Kami melakukan diskusi yang kuat. Kami mengatakan beberapa kebenaran satu sama lain, tapi kemudian saya tidak bermain selama hampir dua bulan,” ujar Varane. Ia menambahkan bahwa ketidakpuasan beberapa pemain atas cara Ten Hag memimpin tim juga turut berpengaruh.
Varane juga menyinggung kebiasaan Ten Hag dalam menciptakan konflik dengan pemain-pemain kunci. “Dia selalu memerlukan contoh pemain yang selalu sendirian sepanjang berada di Manchester. Dia melakukan itu dengan setidaknya satu pemain penting di tim. Dia selalu berkonflik dengan pemimpin tertentu di grup. Itulah caranya dalam mengelola tim,” ungkap Varane, yang akhirnya hengkang dari United dengan status bebas transfer pada musim panas 2024. Ia bahkan mengaku terkejut Ten Hag tetap bertahan di Manchester United setelah musim 2023/2024 berakhir, mengingat hubungannya yang sudah retak dengan para pemain. Cedera lutut serius yang dialaminya saat debut bersama Como kemudian memaksanya untuk mengakhiri karier sepak bolanya secara prematur.
Keputusan Varane untuk pensiun dan pengakuannya tentang konflik internal di Manchester United memberikan gambaran menarik tentang dinamika di balik layar sebuah klub raksasa seperti Manchester United. Wawancara ini juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai gaya kepemimpinan Erik ten Hag dan bagaimana hal itu berdampak pada suasana ruang ganti dan performa tim secara keseluruhan. Kepergian Varane, yang awalnya diharapkan menjadi pilar pertahanan MU, menunjukkan betapa pentingnya harmoni dan komunikasi yang baik antara pelatih dan pemain untuk meraih kesuksesan.